Selasa, 26 Juli 2011

peran guru abad 21

PERAN GURU ABAD 21
Pada era globalisasi, Indonesia akan menghadapi berbagai tantangan seperti persaingan ketat dalam perdagangan internasional sebagai konsekuensi dari berlakunya pasar bebas di kawasan ASEAN dan Asia Pasifik. Untuk itu pendidik harus diorientasikan sesuai dengan kondisi dan tuntutan tersebut, agar output pendidikan dapat mengikuti perkembangan yang terjadi. Dalam rangka mempersiapkan lulusan pendidik memasuki era globalisasi yang penuh tantangan dan ketidakpastian diperlukan pendidikan yang dirancang berdasarkan  kebutuhan nyata dilapangan.
Dalam UU No 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 dan 6 dinyatakan, tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan di angkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Pasal 42 ayat (1) mempersyaratkan pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan memiliki sertifikat mengajar sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pada ayat (2) dinyatakan pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang usia dini, pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa mutu pendidik dan tenaga kependidikan masih memprihatinkan. Masyarakat banyak mengkritisi sebagian dari pendidik dan tenaga kependidikan, khususnya guru kurang mampu melaksanakan pembelajaran secara efektif, bermakna, dan menyenangkan. Selain itu, sebagian guru kurang memahami dan menguasai kurikulum, pelaksanaan evaluasi hasil belajar, pengembangan bahan ajar, serta keterampilan dalam menggunakan metode dan media pembelajaran. Dimana secara nasional, sebagian besar guru SD,SMP,SMA,SMKdan SLB masih kurang sesuai dengan kualifikasi minimal yang ditetapkan (Eddy dalam Suara Merdeka, halaman 2).
Selain itu, kualitas guru dari beberapa kajian masih dipertanyakan seperti yang dilaporkan oleh Bahrul Hayat dan Umar (dalam Adiningsih, 2002), mereka memperlihatkan niali rata-rata nasional tes calon guru PNS di SD, SLTP, SLTA, dan SMK tahun 1998/1999, untuk bidang studi matematika hanya menguasai 27,67% dari materi seharusnya. Hal serupa juga terjadi pada bidang studi yang lain, seperti Fisika (27,35), Biologi (44,96), Kimia (43,55) dan Bahasa Inggris (37,57). Nilai-nilai tersebut di sangat jauh dari batas ideal, yaitu minimum 75%, sehingga seorang guru bisa mengajar dengan baik. Hasil lain yang lebih memperhatinkan adalah penelitian dari konsorsium Ilmu Pendidikan (dalam Haryono:2005), memperlihatkan bahwa 40% guru SMP dan 33% guru SMA mengajar bidang studi diluar keahliannya dan masih banyak guru SD yang tidak mempunyai latar belakang lulusan PGSD. Hal tersebut menggambarkan sekilas kualitas guru di Indonesia, bagaimana bisa dikatakan profesional dan mampu melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan maksimal jika masih ada 33% guru yang mengajar di luar bidang keahliannya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, menunjukkan kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan, dimana peranan guru sangat penting sekali dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri dalam mengemban tugas yang amat mulia ini masih banyak terdapat masalah-masalah yang harus dicarikan solusinya. Dengan kata lain problematika yang dihadapi para pahlawan tanpa tanda jasa ini sangat kompleks. 

1. Pergeseran tujuan pendidikan
Pada abad ke XIX yang dikenal sebagai era industri, penyelenggaraan pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan orang dalam dunia sederhana, statis/ linier, dan predictable. Peserta didik diharapkan dapat melakukan kegiatan-kegiatan dengan perilaku yang rutin. Dampak dari pola pendidikan ini adalah kemampuan output yang standar sehingga kecakapan yang dimiliki merupakan kecakapan standar.
Selain itu dampak pendidikan pada era abad XIX dan awal abad XX komposisi banyaknya pekerja manual sangat mendominasi (50%), pekerja yang profesional hanya sedikit. Demikian pula di bidang perdagangan dan administrasi.
Pada abad XXI saat ini yang bisa disebut sebagai era pengetahuan, tujuan pendidikan adalah; 1) mempersiapkan orang  dalam dunia pasang surut, dinamis, unpredictable, 2) perilaku yang kreatif, 3) membebaskan kecerdasan individu yang unik, serta 4) menghasilkan inovator.  Model  sekolah pada abad ini pendidikan diharapkan dapat menjadikan individu-individu yang mandiri, sebagai pelajar yang mandiri. Dampak dari pendidkan ini mengharapkan agar outcome tidak banyak tergantung pada pihak lain, apabila seeorang menjadi manajer maka ia merupaakan manajer yang mandiri. Dengan demikian   bila terdapat pekerja yang tidak terampil, maka jumlahnya diharapkan sangat kecil.
Pada abad XIX tersebut peran guru adalah: (1) guru sebagai pengarah, (2) guru sebagai sumber pengetahuan, (3) belajar diarahkan oleh kurikulum, (4) belajar dijadualkan secara ketat dgn waktu yang terbatas, (5) terutama didasarkan pada fakta, (6) bersifat teoritik, prinsip-prinsip dan survei, (7) pengulangan dan latihan, dan (8) mengikuti aturan dan prosedur yang ada. Sedang pada abad XXI terjadi pergeseran, sehingga guru: (1) bersifat kolaboratif, (2) berfokus pada masyarakat, (3) hasilnya terbuka, (4) keanekaragaman yangkreatif, (5) komputer sebagai peralatan semua jenis belajar, (6) interaksi multi media yang dinamis, (7) komunikasi tidak terbatas (ke seluruh dunia), dan (8) unjuk kerja diukur oleh pakar, penasehat, kawan sebaya dan diri sendiri.

2. Peran Guru
Guru merupakan the key actor in the learning. Dalam hal ini guru memiliki peran yang sangat vital dan fundamental dalam membimbing, mengarahkan, dan mendidik siswa dalam proses pembelajaran  (Davies dan Ellison, 1992).
Guru berperan sangat penting (Fuad Hasan), karena sebaik apa pun kurikulum dan sistem pendidikan yang ada, tanpa didukung mutu guru yang memenuhi syarat maka semuanya akan sia-sia. Sebaliknya, dengan guru yang bermutu maka kurikulum dan sistem yang tidak baik akan tertopang. Keberadaan guru bahkan tak tergantikan oleh siapapun atau apapun sekalipun dengan teknologi canggih. Alat dan media pendidikan, sarana prasarana, multimedia dan teknologi hanyalah media atau alat yang hanya digunakan sebagai teachers’ companion.
Oleh karena itu, pendidik dan tenaga kependidikan perlu memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan, kompetensi yang terstandar serta mampu mendukung dan menyelenggarakan pendidikan secara profesional. Khususnya guru sangat menetukan kualitas output dan outcome yang dihasilkan oleh sekolah karena dialah yang merencanakan pembelajaran, menjalankan rencana pembelajaran yang telah dibuat sekaligus menilai pembelajaran yang telah dilakukan (Baker&Popham,2005:28).
Selain itu, menurut Nasution (2005:77) bahwa guru merupakan orang yang paling bertanggungjawab untuk menyediakan lingkungan yang paling serasi agar terjadi proses belajar yang efektif. Dengan demikian, apabila guru melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik maka output yang dihasilkan akan baik. Sebaliknya, apabila guru tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik maka output yang dihasilkan tidak akan berkualitas.
Hal senada juga dikemukakan oleh Yulianto (2006:1), guru merupakan salah satu faktor kunci yang ikut menentukan arah kualitas pendidikan. Walaupaun dalam teori-teori pendidikan saat ini menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa, akan tetapi peran guru tidak bisa dihilangkan begitu saja. Apalagi, guru bukan semata-mata pengajar. Dia juga seorang pendidik. Sebagai pengajar, guru tidak hanya berperan dalam menyampaikan ilmu tapi juga berkewajiban melakukan evaluasi, mengelola kelas, mengembangkan perangkat pembelajaran dll. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa hasil pembelajaran banyak ditentukan oleh aktivitas guru.

3. Implikasi Pembelajaran
Pada abad XXI diperlukan individu-individu yang menguasai hard skills dan soft skills,yang meliputi:cerdas intelektual, cerdas vocational, cerdas emosional, cerdas moral, dan cerdas spiritual. Oleh karena itu tantangan pendidik adalah menjadikan siswa-siswa di sekolah kita saat ini menjadi individu cerdas yang mandiri, unggul, dan tangguh yang mampu bertahan di abad XXI.
Inovasi dalam bidang pendidikan sangat diperlukan. Inovasi tersebut dapat diawali dengan mengubah paradigma   mengenai pendidikan itu sendiri ke arah yang lebih baik. Selanjutnya bergantung pada kualitas pendidik sebagai pemeran utama. Seperti diuraikan di depan, bahwa guru sangat berperan dalam penyelenggaraan pendidikan, oleh karena itu sangat dibutuhkan guru yang memenuhi standar, baik standar kualifikasi akademik maupun kompetensi.

a. Standar Kualifikasi Akademik Guru
Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Depdiknas, 2005b:13). Standar kualifikasi akademik guru sebagaimana yang tertuang dalam Permen 16/2007 dapat ditempuh melalui pendidikan formal maupun melalui uji kelayakan dan kesetaraan.
Kualifikasi akademik guru melalui jalur pendidikan formal mencakup semua jenjang kualifikasi akademik guru mulai Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai dengan pendidikan menengah.

b. Standar Kompetensi Guru
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pendidik dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (Sappaille, 2006:51). Sedangkan menurut Leoad (dalam Usman, 2008:14) kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi perofesional, dan (4) kompetensi sosial. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
Dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) PPSNP (Depdiknas, 2005b:51) dijelaskan tentang keempat kompetensi tersebut sebagai berikut:
·                     Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
·                     Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
·                     Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan mated pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
·                     Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar